Senin, 01 Desember 2008

Rumah Adat Naitimu dan Misteri Persatuan

foto oleh: Gabriel Riu Asa


Kecamatan Naitimu memiliki rumah adat yang khas. Bentuk bangunannya menyerupai perahu terbalik bercula tiga and memiliki tiga tiang agung yang diberi nama sesuai stuktur keluarga inti. Adapun nama yang dimaksud adalah:
Bey Veto yang artinya: Nenek
Bey Mane artinya: Kakek
Mane Mesak yang artinya: Putera Sulung
Balai untuk keluarga berbentuk panggung persegi panjang . Asalnya dibuat dari kayu.

Bagian dalam dari rumah adat tersebut terdiri dari tiga bilik . Satu bilik untuk tamu yang disebut Vaen Veto. Tempat ini digunakan untuk membicarakan tata cara kawin mawin anak perempuan dalam suku. Bagian tengah yang terletak antara Vaen Veto dan labis disabut Lor, tempat menyimpan harta peninggalan nenek moyang yang dianggap sebagai benda keramat. Antara Lor dan Labis tidak ada sekat pemisah, kecuali Lor dan Vaen Veto. Bagian lain lagi merupakan pojok perapian. Pojok perapian merupakan kelanjutan dari kamar tidur atau labis.
Tiang-tiang penopangnya merupakan symbol keterlibatan dan kesatuan keluarga-keluarga dalam suku yang bersangkutan. Menurut tradisi setempat, rumah-rumah adat itu berlantai tanah, atapnya menggunakan alang-alang, dan pelimbahannya sampai di tanah. Ada berbagai alasan mengapa atapnya di atur demikian?
Umumnya wilayah desa Nanaet Duabesi suhu udaranya dingin.
Mereka ( nenek-moyang) suku ini memelihara binatang piaraan di dalam rumah.
Sebagai upaya melindungi diri dari serangan musuh atau binatang liar.
Dalam perlembangan dewasa ini, kolong rumah itu tidak difungsikan lagi dengan alasan kebersihan dan kesehatan penghuninya.

Rumah tersebut menjadi pusat pertemuan dan pembinaan kesatuan kepala-kepala keluarga sejak zaman dahulu. Rumah adat ini dilengkapi dengan tempat sesajian-tempat memohon dan meminta berkat secara symbol. Misalnya dengan diterimakan sirih pinang, percikan air, ritual makan dan sebagainya.
Di depan rumah adat ini, dibuatkan tempat sesajian dari batu; pembantaian korban bakaran binatang berkaki empat pertama setelah bangunan selesai di kerjakan.



(Di kumpulkan dari berbagai sumber )
Oleh
Gabriel Riu Asa.
23 November 2008

2 komentar:

Blasius Mengkaka mengatakan...

Setelah membaca tulisan ini, ada beberapa kata yang harus diuabah yakni tentang Naitimu. Naitimu itu bukan sebuah kecamatan namun nama sebuah kerajaan yang bernama kerajaan Naitimu di Belu. Rumah adat yang anda posting itu adalah rumah adat dari suku karisan rai lubu yang terletak di sekitar desa Nanaet, dahulu desa ini termasuk kerajaan naitimu. Di mana istana raja naitimu terletak di sekitar Nanaet-Dubesi sehingga rajanya disebut Nai nanet-Dubesi. Sekarang ini Naitimu adalah sebuah Desa dan bukan kecamatan. Kecamatannya bernama kecamatan Tasifeto Barat dengan ibu kota di Kimbana. Memang dahulu wilayah Kimbana masuk dalam wilayah kerajaan Naitimu yang besar di Belu...

Blasius Mengkaka mengatakan...

Selain itu ada beberapa hal lagi yang mengganggu pemahaman kita tentang tulisan ini adalah bahwa dalam tulisan ini ada kata desa Nanaet-Dubesi ini sesuatu yang salah. Yang benar adalah kecamatan Nanaet-Dubesi, dalam wilayah kecamatan Nanaet-Dubesi itu terdapat desa-desa yang berada di bawahnya. Dua diantaranya adalah desa Nanaet, tempat di mana terdapat rumah adat suku karisan rai lubu yang anda posting ini, dan desa Dubesi yang terletak di ujung desa nanaet, jalan menuju ke arah gua Fatukiik. Secara umum banyak istilah-istilah adat yang perlu dijelaskan, teristimewa perbedaan hakiki yang menjadi ciri khas Naitimu sebagai sebuah kesatuan kerajaan, sebelum dilebur dalam kerajaan Belutasifettoh di bawah Loro Bauho, Atok Samara, Trims.