Minggu, 30 Maret 2008

Di Batu ini Terukir NamaMu

Ku dengar bisikan hatiku
Bercerita dan bernyanyi girang
Menyebut dan memanggil namamu sepanjang hari
Meski asa tiada
Sebab hari kemarin kita, sudah kau lalukan.

Pagi ini air mata berlinagan
Hati inipun bukan tiada
Cuma tersembunyikan sesaat
Akan datang pada hari sedihku, tapi bukan
Air mata itu bagai rejeki dan tangis duka
Pasti nampak kepadamu

Tatkala kau dengarkan
Terasa hadir energi ekstra
Meski membawa nama dan pribadi membayang
Menemani dan mengusik jiwa
Engkau bagai penari ulung dihatiku setiap waktu.

Sampai detik jantung ini
Namamu masih tetap raja spiritku
Membuahkan tunas dan bunga sepanjang tahun
Namun berbuah tak kan.

Depaan dan jingkalan hukum orang-orang
Membatasi di antara kita
Bagai jalan dan pengharapan tak ditemui
Meski berulang menggema suaramu”Sabar ada waktunya”
Hari ini air mata masih terus berderai.


Esok dan lusa mungkin tersingkirkan
Tergembleng nama dan cintamu
Yang mengulas mulus cinta abadi
Sang ibu yang mama di kalbu itu.

Kembaraanku, kau menudu aku pendatang sial.
Ya, sudahlah!
Sampai nanti kita berpisah raga
Di hati jangan
Asalkan namaku tersebutkan pula di doamu.

Agar ku layak memanjat doa
Dari riang hati
Untuk Sang Pencipta
Pusat segala cinta.

Karenamu,
Masih berlinag air mata ini
Biarlah dia berkenan menerima doaku
Sebab untukmu masih terasa tangis duka
Kadang menyematkan diri bertahun-tahun
Entah sampai kapan
Khan berlalu.

Wekmutis, 17-02-2008

1 komentar:

Ir. Ma. Mendes, SSpS mengatakan...

Congratulation, saya senang membaca tulisan tulisanmu yang sangat refleksif.
Soalnya saya ini adalah teman akrabnya Vita dan itu saya membaca tulisan kamu di blog Vita.

Selamat berkarya
Salam dari Portugal